WASPADAI PENYAKIT BRUCELLOSIS PADA SAPI

Dalam istilah bahasa jawa ternak peliharaan biasa disebut sebagai “rojo koyo” dimana sebutan tersebut menunjukkan bahwa ternak peliharaan mempunyai tempat yang cukup penting bagi kehidupan masyarakat jawa. Berternak selain sebagai mata pencaharian juga dijadikan sebagai salah satu cara untuk menabung, dimana ternak yang dipelihara akan dijual jika masyarakat akan membutuhkan uang.
Kabupaten Blitar mempunyai potensi yang cukup besar dalam sub sektor peternakan. Berbagai macam potensi ternak ada di Kabupaten Blitar meliputi ternak unggas terutama ayam petelur, ternak besar (sapi perah, sapi potong) maupun ternak kecil (kambing, domba). Potensi ternak sapi yang ada di Kabupaten Blitar sekitar 170.000 ekor.
Sebagian besar masyarakat Kabupaten Blitar mempunyai mata pencaharian pada sub sektor peternakan. Potensi yang besar ini juga menjadi masalah tersendiri karena akan diikuti dengan potensi adanya penyakit hewan yang cukup besar pula. Penyakit hewan bisa dicegah dengan upaya komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat.
Kejadian kematian pada ternak terutama ternak sapi tentulah menjadi kejadian yang sangat merugikan bagi peternak. Salah satu penyakit yang menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar bagi peternak sapi adalah penyakit Brucellosis.
Apa yang dimaksud penyakit brucellosis?
Brucellosis atau biasa dikenal dengan penyakit keluron menular bisa menyerang ternak sapi, kerbau atau ruminansia lainnya. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Brucella abortus. Penyakit ini ditemukan pada sebagian besar wilayah Indonesia dan termasuk dalam penyakit hewan menular strategis yang harus dicegah dan diberantas.
Tingkat mortalitas penyakit brucellosis sebenarnya cukup rendah tetapi dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Kerugian yang dapat ditimbulkan oleh penyakit brucellosis meliputi kematian pada anak, kemajiran ternak serta pada sapi perah dapat menimbulkan penurunan produksi susu. Keluron pada sapi akibat penyakit brucellosis biasa terjadi pada usia kebuntingan 5-8 bulan.
Gejala penyakit brucellosis
Pada umumnya ternak yang menderita penyakit brucellosis tidak menunjukkan gejala penyakit yang tampak jelas. Dugaan baru muncul saat ternak mengalami keluron (keguguran). Hewan yang terinfeksi kuman brucella dapat mengalami gangguan reproduksi seperti abortus, retensi plasenta, orchitis dan epididimitis. Meskipun begitu, peternak dapat mencurigai penyakit brucellosis melalui tanda atau gejala umum pada ternak ruminansia sebagai berikut :
- Pada induk mengalami keguguran (abortus) terutama pada usia kebuntingan diatas 5 bulan, serta pada saat keguguran cairan janin berwarna keruh
- Pada pejantan terlihat adanya kebengkakan pada persendian atau testes
- Pada sapi perah ditemukan penurunan produksi susu secara tiba-tiba
Brucellosis merupakan penyakit zoonosis yang artinya dapat menular kepada manusia. Gejala awal brucellosis pada manusia mirip dengan penyakit infeksi lain, yaitu berupa demam, keringat berlebihan, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, kehilangan nafsu makan, dan mudah lelah.
Penularan penyakit
Penyakit brucellosis dapat menular secara langsung maupun tidak langsung, beberapa kejadian penularan penyakit melalui :
- Peralatan kandang, pakan atau minuman ternak yang telah tercemar bakteri brucella
Biasanya melalui kontaminasi fetus atau cairan abortus
- Penularan melalui susu (penularan pada pedet pada saat menyusu induknya)
- Melalui inseminasi buatan bila menggunakan mani yang tercemar bakteri brucella
Penularan pada manusia jika manusia melakukan kontak dengan hewan yang terinfeksi atau mengonsumsi produk yang tidak diolah dengan baik. Seseorang lebih rentan mengalami brucellosis bila:
- Mengonsumsi daging sapi, kambing, atau domba setengah matang
- Minum susu sapi atau susu kambing yang tidak dipasteurisasi
- Bekerja di tempat pengolahan daging sapi, kambing, atau domba yang terkontaminasi bakteri Brucella
- Bekerja di tempat peternakan sapi, kambing, atau domba
Diagnosa penyakit
Kejadian keguguran sapi tidak selalu disebabkan oleh bakteri brucella, diagnosa penyebab kejadian tidak hanya dapat diperoleh dengan melihat gejala atau riwayat kejadian saja. Namun kejadian keguguran diatas usia kebuntingan 5 bulan perlu dicurigai terhadap kemungkinan brucellosis. Diagnosa brucellosis pada hewan didasarkan pada isolasi dan identifikasi bakteri brucella, uji serologis, dan gejala klinis.
Jika terdapat laporan kejadian seperti diatas, petugas kesehatan akan mengambil sampel darah sapi untuk dilakukan uji serologik di laboratorium. Sampel tersebut akan diambil serumnya untuk dilakukan uji RBPT (Rose Bengal Plate Test). Prinsip uji RBPT adalah adanya pengikatan antigen permukaan dengan antibodi akan menyebabkan terjadinya aglutinasi. Uji ini dilakukan dengan mencampurkan serum dan antigen dengan perbandingan sama banyak. Hasil positif akan ditunjukkan dengan adanya aglutinasi seperti pasir halus pada dasar plate. Tingkat aglutinasi diberikan nilai positif satu (+) sampai dengan positif tiga (+++). Sementara itu hasil negatif ditunjukkan dengan campuran yang homogen dari serum dan antibodi pada plate. Uji ini dilakukan sebagai uji skrinning. Hasil positif pada uji RBPT dilanjutkan dengan uji CFT (Complement Fixation Test) pada laboratorium rujukan. Uji CFT merupakan reaksi pengikatan komplemen untuk mengukur kadar antibodi serum ataupun antigen. Prinsip reaksi ini adalah adanya kompleks antigen dan antibodi yang homolog, menarik komplemen untuk berikatan dengan bagian Fc dari antibodi sehingga melisiskan sel darah (RBC).
Sesuai roadmap pemberantasan brucellosis matriks pembacaan hasil pemeriksaan brucellosis adalah sebagai berikut :
No | RBPT | CFT | Penafsiran hasil uji |
1 | RBT negatif (-) | Tanpa CFT | Negatif (-) |
2 | RBT positif (+1) | CFT negatif (-) | Negatif (-) brucellosis |
3 | RBT positif (+2 atau +3) | CFT negatif (-) | RBT harus diulang 30-60 hari kemudian |
4 | RBT positif (+2 atau +3) | CFT positif (+) | Positif (+) brucellosis |
Pengobatan penyakit
Layaknya penyakit bakterial yang lain, penyakit brucellosis dapat diobati dengan pemberian antibiotik. Menurut beberapa kajian, pemberian antibiotik secara intensif berulangkali dalam jangka waktu yang panjang telah dapat menghasilkan kesembuhan. Akan tetapi pengobatan pada ternak belum membuahkan hasil.
Jika ditemukan ternak yang terdiagnosa positif brucellosis disarankan dilakukan pemotongan ternak secara bersyarat dengan pengawasan yang ketat, karena jika tetap dibiarkan maka ternak terinfeksi akan menjadi sumber penularan penyakit bagi ternak lainnya dan akan berakibat kerugian yang lebih besar.
Pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit
Pedoman terkait Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Brucellosis telah diatur sesuai Keputusan Menteri Pertanian nomor 828/KPTS/OT.210/10/1998. Ada dua strategi pemberantasan berdasarkan tingkat kejadiannya yaitu apabila prevalensi reaktor ≥ 2% dengan kategori tertular berat, maka metode pemberantasannya dengan cara vaksinasi. Sedangkan pada daerah kategori tertular rendah (prevalensi < 2%), ditetapkan dengan teknik uji dan potong bersyarat (test and slaughter). Penentuan kategori prevalensi dilakukan dengan surveilans baik itu surveilas aktif maupun surveilans pasif. Penetapan prevalensi harus dilakukan dengan prevalensi wilayah/kelompok yang dikalkulasikan dengan hasil CFT.
Vaksinasi bisa dilakukan dengan vaksin S19 atau vaksin RB51. Vaksinasi dilakukan pada ternak jantan maupun betina muda atau dewasa yang tidak bunting, karena vaksin brucella dapat mengakibatkan keguguran pada ternak.
Tindakan yang perlu dilakukan peternak
Jika peternak menemui salah satu gejala yang diduga sebagai penyakit brucellosis, maka beberapa langkah yang dapat diambil oleh peternak adalah :
- Memisahkan ternak yang dicurigai dengan ternak yang lain
- Melakukan sanitasi dan desinfeksi kandang
- Menghubungi petugas kesehatan agar dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan lebih lanjut
- Melakukan pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu jika mau memelihara atau memasukkan ternak baru
Untuk mencegah brucellosis pada manusia, beberapa hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
- Hindari mengonsumsi daging tidak matang
- Hindari mengonsumsi susu dan produk olahannya (keju, yogurt, es krim) yang tidak dipasteurisasi
- Peternak dan mereka yang bekerja mengolah daging sapi, domba, dan kambing sebaiknya selalu menggunakan sarung tangan karet, pelindung mata, dan pelindung tubuh (apron) saat bekerja
ditulis oleh : drh. Suyatmi